Mediawarta.net, BANJARBARU – Aliansyah, yang dikenal dengan julukan "Si Raja Demo", kembali mendatangi Polda Kalimantan Selatan, Senin (20/01/2025), dengan membawa surat berisi rencana aksi unjuk rasa terkait penanganan kasus pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur.
Dalam surat tersebut, Aliansyah tidak hanya mempertanyakan perbedaan perlakuan dalam penanganan dua kasus yang terjadi di Banjarbaru pada September 2024 dan Martapura baru-baru ini, tetapi juga menyoroti ketentuan hukum mengenai pelecehan seksual terhadap anak.
Aliansyah mengungkapkan adanya dugaan pelecehan seksual terhadap anak yang diduga dilakukan oleh seorang pengusaha tambang di Banjarbaru pada September 2024 silam. Namun, hingga saat ini, kasus tersebut tidak terdengar lagi, dan seolah hilang tanpa ada perkembangan yang jelas. "Kasus ini melibatkan seorang pengusaha tambang, tapi sekarang tak ada kabarnya sama sekali. Kenapa bisa seperti ini? Apakah ada perbedaan perlakuan dalam penegakan hukum? Ini yang harus dijelaskan oleh pihak kepolisian," ujar Aliansyah
Aliansyah mempertanyakan kenapa kasus pelecehan seksual yang diduga terjadi di Banjarbaru pada September 2024 seolah hilang bak ditelan bumi dibandingkan dengan kasus di Martapura yang belakangan viral dan lebih cepat ditindak lanjuti oleh Polres Kabupaten Banjar, hingga sang pelaku saat ini sudah berstatus tersangka.
“Apa yang membedakan kedua kasus ini? Mengapa penanganannya terkesan berbeda, padahal kedua korban sama-sama anak di bawah umur yang seharusnya mendapat perlindungan yang sama di mata hukum?” tegas Aliansyah.
Selain itu, Aliansyah juga menyoroti pasal-pasal terkait pelecehan seksual anak di bawah umur, merujuk pada Undang-Undang Perlindungan Anak. Berdasarkan Pasal 81 dan 82 UU No. 17 Tahun 2016 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak, disebutkan bahwa pelaku pelecehan seksual terhadap anak di bawah umur dapat dikenakan hukuman berat, mulai dari pidana penjara hingga hukuman kebiri.
Aliansyah menekankan bahwa kasus pelecehan seksual terhadap anak merupakan delik umum, artinya kasus ini tidak dapat dihentikan hanya karena adanya pencabutan laporan oleh korban atau keluarganya. Pencabutan laporan dalam kasus ini tidak diperbolehkan karena negara berkewajiban untuk melindungi anak-anak sebagai pihak yang rentan. Tindakan pelecehan seksual anak tidak hanya merugikan individu korban, tetapi juga menyangkut kepentingan publik.
“Kami ingin mengingatkan, sesuai dengan ketentuan hukum yang berlaku, kasus pelecehan seksual terhadap anak tidak boleh ditutup hanya karena ada pencabutan laporan. Negara harus hadir untuk melindungi anak-anak kita dari ancaman predator,” tegas Aliansyah.
Aksi unjuk rasa yang direncanakan oleh Aliansyah dan rekan-rekan dari berbagai aliansi masyarakat ini bertujuan untuk mendesak Polda Kalsel agar segera memberikan penjelasan dan memastikan bahwa semua pelaku pelecehan seksual terhadap anak mendapatkan hukuman yang setimpal sesuai dengan undang-undang.
Pihak Polda Kalsel hingga kini belum memberikan pernyataan resmi terkait kedatangan Aliansyah dan rencana aksi unjuk rasa tersebut. Masyarakat menantikan langkah konkret dari kepolisian untuk memastikan keadilan ditegakkan dalam kedua kasus yang disoroti ini.(Red)